Tuesday, March 01, 2005

Anggaran Kesehatan Kompensasi BBM Sering Tidak Tepat

http://www.kompas.com/utama/news/0503/02/010801.htm

Penggunaan anggaran untuk kesehatan yang bersumber dari alokasi kompensasi kenaikan harga BBM sering tidak tepat sasaran dan banyak pihak yang ikut "bermain" dalam pengadaan peralatan kesehatan yang dibiayai dari dana kompensasi bidang kesehatan.

Demikian salah satu intisari Bincang Malam bertema "Mencermati Alokasi Anggaran untuk Kesehatan Rakyat" yang diselenggaran TVRI Stasiun Pusat Jakarta, Selasa (1/3) malam. Perbincangan menghadirkan Anggota Komisi IX (bidang kesehatan) Tamsil Linrung, pengamat kesehatan Sulastri dan Ketua Yayasan Pemberdayaan Konsumen Kesehatan Indonesia Marius Wijajarta.

Tamsil Linrung menjelaskan, anggaran kesehatan pada APBN 2005 baru mencapai 1%, padahal standard WHO semestinya minimal 5%. Karena itu, keberadaan anggaran tambahan untuk bidang kesehatan dari alokasi kompensasi kenaikan harga BBM amat penting.

Hanya saja penggunaanya harus tepat sasaran dan pengawasan publik harus makin ditingkatkan. Dalam kaitan ini, DPR akan meningkatkan efektivitas pengawasan penggunaan dana kesehatan.

Terkait anggaran kesehatan itu, Sulastri mengungkapkan, selain pengawasan yang harus lebih efektif oleh berbagai pihak, penggunaan anggaran untuk pembelian peralatan kesehatan harus lebih didasarkan pada kebutuhan setiap rumah sakit dan Puskesmas. Artinya, peralatan yang dibeli dari dana alokasi kenaikan harga BBM untuk bidang kesehatan harus dibebaskan dari permainan bisnis dan percaloan.

Ditambahkan, pembelian kesehatan sering diwarnai intervensi bisnis dan KKN oknum anggota DPR dan pejabat di Departemen Kesehatan. Akibat praktek percaloan dan KKN, anggaran kesehatan yang digunakan hanya berkisar 40%, sedangkan sisasinya tidak jelas penggunannya. Selain itu, percaloan dan KKN membuat harga menjadi mahal dan sering tidak sesuai dengan kebutuhan masyarakat.

"Banyak peralatan yang dibeli tidak berfungsi karena tidak sesuai standard kebutuhan rumah sakit atau Puskesmas," kata Sulastri yang juga Direktur Eksekutif Lembaga Pengembangan Etika Masyarakat.

Senada dengan Sulastri, Marius juga mengungkapkan, praktek percaloan dan KKN dalam pembelian peralatan kesehatan dengan dana alokasi kenaikan BBM telah berlangsung lama. Pratek itu merupakan kelanjutan dari praktek yang telah terjadi puluhan tahun lalu. "Peralatan yang benar-benar dibutuhkan kadang tidak ada. Namun datang alat yang sebenarnya tidak terlalu dibutuhkan," katanya.

Reaksi keras

Adanya dugaan permainan dan percaloan dalam pembelian peralatan kesehatan dari luar negri yang dibiayai dari dana kompensasi kenaikan harga BBM mendapat reaksi keras dari anggota Fraksi Partai Demokrat (FPD) Max Sopacua. "Praktek seperti itu harus diakhiri dan diberantas. itu paradigma lama," kata Max kepada pers.

Max menyatakan, DPR periode saat ini merupakan DPR baru yang akan berusaha lebih efektif melakukan pengawasan. Jika ada anggota DPR dan pejabat Depkes yang ikut bermain dalam pengadaan peralatn kesehatan harus diungkap.

Max juga mengatakan, DPR dan semua pihak semestinya melakukan pengawasan penggunaan anggaran kesehatan dengan strategi baru agar pengunannya tepat sasaran dan peralatan yang dibeli pun tepat sasaran.

Di DPR, kata Max, selain pengawasan dilakukan di Komisi IX juga dilakukan Panitia Anggaran. Masyarakat dan LSM juga harus berani mengungkap ketidakberesan dalam penggunaan anggaran kesehatan ini. Di tingkat internal Depkes, pengawasan harus pula ditingkatkan.

"Penyimpangan sekecil apapun harus diungkap dan diusut tuntas. Jangan biarkan dana kesehatan untuk masyarakat miskin tidak tepat sasaran,’ katanya.

Dia yakin, apabila pengawasan ditingkatkan dan perencanaan penggunaan anggaran kesehatan lebih didasarkan pada perencanaan yang baik, alokasi anggaran ini akan tetap sasaran dan praktek masa lalu akan terkikis

No comments: